Dampak Kerja Lembur Bagi Kesehatan
Apakah Anda termasuk orang yang senang bekerja? Bahkan melebihi jam yang sudah ditetapkan alias lembur? Tahukah Anda, bekerja dalam waktu yang panjang hampir tiap hari dapat mempengaruhi kesehatan.
Bekerja lembur memang menghasilkan banyak keuntungan, dari pekerjaan lebih efisien, bisa mendukung percepatan karier, hingga tambahan penghasilan. Tapi tidak untuk kesehatan si pekerja. Bukan hanya soal “kewarasan” orang akibat mengganggu pola tidur, tapi juga membahayakan kesehatan jantung.
Demikian hasil sebuah penelitian yang dipublikasikan European Heart Journal edisi Mei. Diduga hal ini terutama terjadi karena kerja lembur memaksa jantung untuk bekerja keras terus-menerus.
Berdasarkan riset terbaru di Inggris, orang yang sering bekerja lembur dengan menghabiskan waktu 10 hingga 11 jam sehari berisiko lebih tinggi mengalami sakit jantung. Kesimpulan itu adalah hasil analisa studi terhadap 6.000 pekerja sipil di Inggris yang dipublikasikan dalam European Heart Journal edisi online. Dalam laporan itu disebutkan, mereka yang menambah waktu tiga hingga empat jam sehari untuk bekerja lembur berisiko 60 persen lebih tinggi menderita sakit jantung. Angka ini muncul setelah memperhitungkan berbagai risiko penyakit, termasuk kebiasaan merokok. Dari data studi terungkap, ada 369 kasus kematian responden akibat penyakit jantung. Mereka meninggal akibat mengalami serangan jantung ataupun angina pectoris. Jumlah waktu yang dihabiskan saat lembur pun memiliki kaitan erat dalam banyak kasus.
Mereka yang Lebih Berisiko
Bekerja terlalu keras membuat jantung seperti dawai gitar yang ditarik dengan keras. Berdasarkan penelitian Virtanen, memang ada sejumlah hal yang menjelaskan hubungan ini.
-
Pekerja yang sering bekerja lembur umumnya adalah mereka dengan kepribadian tipe A. Jenis pribadi ini cenderung agresif, kompetitif, gampang tegang, sangat peduli akan waktu, dan umumnya gampang naik darah.
-
Stres psikologis yang muncul bersamaan dengan depresi dan kecemasan mungkin akibat tidak cukup tidur atau tak cukup istirahat sebelum pergi tidur.
-
Ada tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan stres kerja yang tersembunyi. Masalah ini tak muncul saat checkup medis.
-
Pekerja yang sering bekerja lembur sering kali tetap bekerja ketika sakit, tak mempedulikan gejala masalah kesehatan, dan tidak pergi dokter untuk mengobati penyakitnya.
-
Pengalaman stres yang kronis (sering kali berhubungan dengan lamanya waktu bekerja) bisa berdampak pada proses metabolisme dalam tubuh.
Sementara itu, Gordon Mclnnes, Profesor Farmakologi Klinis dari Universitas Glaslow Western Infirmay temuan ini memiliki manfaat yang amat luas, termasuk bagi para dokter guna menilai risiko munculnya penyakit jantung pasien. “Jika efek itu benar berhubungan, penting untuk kerja lembur dikurangi sedini mungkin. Pasalnya jelas ada kontribusinya pada penyakit jantung,” ujarnya.
Sedangkan menurut sebuah penelitian, risiko menderita penyakit jantung iskemik pada para pekerja wanita meningkat akibat adanya tekanan pekerjaan yang terlalu berat. Penyakit jantung iskemik sering disebut sebagai ‘silent kiler’ . banyak di antara penderita tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini karena mereka tidak mengalami gejala.
Studi penelitian terdahulu telah menyebutkan adanya keterkaitan antara stres di tempat kerja dan risiko penyakit jantung. Akan tetapi kebanyakan studi ini hanya berfokus pada kalangan pria.
Dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine, para peneliti yang berasal dari Glostrup University Hospital di Denmark meneliti sekitar 12.000 wanita berusia 45 hingga 64 tahun. Riset yang merupakan bagian dari Danish Nurse Cohort Study ini mengobservasi responden selama 15 tahun (1993 hingga 2008).
Para perawat ini mengisi kuisioner mengenai kesehatan, gaya hidup, dan pekerjaan. Para peneliti memasukkan faktor-faktor yaitu tekanan pekerjaan, lingkungan kerja psikososial pengaruh kerja, karakteristik pekerjaan seperti tingkat aktivitas fisik saat melakukan pekerjaan, faktor biologis dan sikap seperti merokok, indeks massa tubuh, meminum alkohol dan riwayat penyakit genetik.
Sebanyak 60 persen dari para perawat yang diwawancara menyatakan bahwa tekanan pekerjaan mereka sangat tinggi atau agak tinggi. Selama penelitian ini berlangsung, 580 wanita dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit jantung iskemik.
Dari studi ini didapatkan bahwa para perawat yang menyatakan bahwa tingkat stres pekerjaan mereka sangat tinggi hampir 50 persen di antaranya mengalami peningkatan risiko penyakit jantung iskemik dibandingkan dengan para wanita yang tingkat stres pekerjaannya masih dalam tahap sedang-sedang saja. Usia juga merupakan faktor utama di mana para peneliti mendapatkan pada para perawat berusia dibawah 51 tahun yang mempunyai risiko penyakit jantung meningkat dengan signifikan.
Sementara riset lain dilakukan di New York terhadap 2.200 pekerja pria dan wanita. Mereka disurvei mengenai pekerjaan dan efeknya terhadap kestabilan kejiwaan. Rata-rata jam kerja dalam seminggu adalah 40 jam. Riset tersebut membuktikan, para pekerja yang memiliki jam kerja lebih lama dari standar biasanya mengalami masalah dalam kejiwaannya. Tak hanya berpengaruh pada menurunnya kinerja, mental para pekerja pun bisa menjadi taruhannya. Seperti yang dikutip dari reuters, Dr. Marianna Virtanen, sang peneliti, mengungkap bahwa waktu kerja yang panjang berpengaruh pada fungsi kognitif seseorang.
Saat hal itu berlangsung lama, maka akan berpengaruh pada kesehatan jiwa para pekerja tersebut. Para pekerja yang memiliki jam kerja 55 jam mengalami penurunan kestabilan yang parah dalam lima tahun. Para ahli menilai, temuan ini membawa sebuah pesan akan pentingnya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan bagi kesehatan.
Agen Penelitian Kanker Internasional (IARC) baru-baru ini memutuskan untuk memasukkan poin mengenai bekerja pada malam hari ke dalam daftar pekerjaan beresiko kanker. Dalam dafar tersebut juga termasuk sinar ultraviolet, karbon hitam, mesin pembuangan uap, zat-zat pewarna berbahaya, dan sebagainya.
Ilmuwan Jepang dari University of Occupational and Environmental Health mengadakan sebuah eksperimen. Mereka mengamati 14.000 orang selama 10 tahun. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja dengan jam kerja fleksibel lebih banyak menderita kanker prostat dibanding mereka yang bekerja dengan jam kerja standar.
Pakar Denmark dari Institute of Cancer Epidemiology memeriksa 7.000 wanita berusia 30 hingga 54 tahun. Diketahui bahwa para wanita yang bekerja setidaknya selama enam bulan lamanya pada malam hari memiliki peluang lebih tinggi mengidap tumor payudara.
Richard Stevens, seorang professor dari Connecticut University Health Center merupakan ilmuwan pertama yang mengamati interkoneksi antara bekerja malam hari dan kanker payudara pada tahun 1987.
Ilmuwan menyelidiki alasan merebaknya kanker payudara pada tahun 1930-an, di mana saat itu banyak perusahaan yang mulai menetapkan 24 jam kerja penuh sehari dengan mempekerjakan wanita sebagai buruh siang dan malam.
Seorang manusia merupakan mahkluk yang hidup pada siang hari. Bekerja pada malam hari dan tidur saat siang hari mengganggu bioritme harian dan rentan terkena berbagai penyakit.
Organisme manusia memproduksi melatonin, yaitu hormon tidur, pada malam hari. Hormon ini mengatur ritme biologis sama seperti hormon-hormon lainnya. Apabila seseorang tidak tidur pada malam hari, sistem akan mengalami penyimpangan. Gaya hidup malam hari membuat sulit diri sendiri.
Penduduk di wilayah utara sering menderita polar tension syndrome (sindrom yang sering dialami penduduk kutub utara), yang diakibatkan musim dingin gelap yang panjang, kurangnya vitamin, kondisi iklim yang buruk dan musim panas yang sangat jarang. Kekurangan sinar matahari merupakan cobaan serius bagi seorang manusia. Akan menyebabkan depresi, seringkali tidak diketahui oleh si penderita.
Konsekuensi negatif bekerja malam hari tidak berakhir di sini. Nausea, gangguan lambung, sakit perut, diare dan hilangnya nafsu makan merupakan berbagai keluhan umum yang sering dialami karyawan yang bekerja malam.
Riset mengungkapkan jika interupsi terhadap jadwal tubuh alami menyebabkan penurunan leptin, hormon yang mengatur berat badan. Menurut para ahli, penurunan kadar leptin dapat mengakibatkan peningkatan selera makan dua kali lipat, dengan aktivitas tak terlalu banyak tentu akan mempercepat kegemukan hingga obesitas. Sebagai tambahan, riset juga menunjukkan terjadinya perubahan kadar gula darah dan tingkat insulin yang menghasilkan toleransi melemah terhadap glukosa. Itu artinya mengurangi sensitifitas insulin.
Padahal, fakta dalam riset, para partisipan yang mengikuti penelitian tidak pernah memiliki riwayat diabetes sebelumnya. Namun setelah mengikuti sejumlah tes jadwal kerja malam, tubuh mereka mulai membentuk kadar glukosa mirip seperti pada pasien diabetes juga peningkatan tekanan darah.
Puncak perubahan hormon tersebut ditandai ketika jadwal partisipan benar-benar berada 12 jam penuh di luar siklus istirahat-aktivitas alami manusia- yakni jadwal di mana tubuh alami seharusnya tidur tapi mereka tetap terjaga sepanjang malam.
Sebenarnya bagaimanakah yang termasuk dengan kerja lembur?
Sesuai dengan KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 1, waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.
Jadi pada perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja, maka waktu kerja yang seharusnya berlangsung setiap harinya adalah 8 jam. Tanpa ditentukan apakah jam kerja akan dimulai pada jam 7 pagi, 8 atau 9 pagi. Hanya ditentukan waktu kerja berlangsung selama 8 jam. Apabila karyawan bekerja lebih dari 8 jam, maka ia berhak mendapatkan upah kerja lembur. Waktu kerja lembur pun hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Namun hal ini tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Seorang karyawan dapat melakukan kerja lembur dengan maksimal 14 jam dalam satu minggu (terhitung Senin hingga Jumat). Lembur pada akhir minggu atau pada hari libur resmi memilik perhitungannya sendiri. Beberapa perusahaan kadang mempekerjakan karyawannya lebih dari 14 jam lembur namun hanya membayarkan upah lembur untuk 14 jam saja. Hal ini jelas tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun tidak semua karyawan yang lembur harus mendapatkan upah lembur. Dalam pasal 4 dikatakan bahwa mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan, waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan.
Idealnya lembur dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari karyawan. Lembur tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan keinginan satu pihak. Terlalu sering lembur bukan berarti Anda akan dianggap karyawan yang loyal. Justru Anda bisa dicap lamban dalam menyelesaikan pekerjaan. Dan tidak mampu bekerja on time.
Debra Benton, ahli strategi karir dari Fort Collins Colorado, memberikan sarannya agar Anda dapat menghindari lembur. Berikut tipsnya:
Buat prioritas
Buatlah skala prioritas dalam mengerjakan tugas. Lakukan tugas yang cukup berat dan penting di pagi hari, saat Anda masih dalam kondisi masih segera. Kemudian lakukan tugas berikutnya sesuai prioritas yang Anda tentukan. Hingga saat jam kerja berakhir, tugas Anda hari itu pun tuntas pula.
Majukan deadline
Untuk menjamin bahwa Anda tidak akan lembur, majukan deadline dari jadwal biasanya. Kalau deadline biasa jam 5 majukan jam 4 atau jam 3. Untuk mengejarnya, kalau perlu datanglah lebih cepat dari waktu biasa.
Hindari hal-hal yang mengganggu
Efektifkan waktu Anda setiap hari dari hal-hal mengganggu yang akan memangkas waktu Anda. Ngerumpi dengan teman kantor, ngobrol di telepon atau chatting di internet, harus Anda hindari saat jam-jam sibuk. Jika ada yang menginterupsi waktu Anda dengan hal tersebut katakan dengan tegas bahwa Anda sedang sibuk. Agar lawan bicara tak tersinggung tawarkan waktu saat istirahat.
Rapat sebelum istirahat
Jika Anda berwenang memimpin rapat, lakukan sekitar jam 11:00. Karena biasanya jam 11 merupakan saat-saat menjelang makan siang dan orang lebih suka bicara langsung ke sasaran tanpa basa-basi lagi.
Bijak memanfaatkan teknologi
Akan sangat bijak jika selama di kantor Anda mematikan ponsel atau tak terlalu asyik berikirim sms, berimel dan chatting. Kecuali tentu saja untuk urusan pekerjaan. Karena tanpa sadar, hanya dengan berkirim SMS misalnya, waktu anda sudah tersita cukup banyak.
Istirahat secukupnya
Manfaatkan waktu istirahat dengan baik. Makan siang bersama teman-teman merupakan kegiatan yang pas Anda lakukan saat jam istirahat. Karena makan siang akan menambah energi dan semangat Anda untuk bekerja. Tapi saat jam istirahat usai, segeralah kembali ke kantor. Jangan larut dalam obrolan yang tidak perlu. Toh waktu satu jam cukup kan untuk makan siang sambil bersosialisasi? Ya, keseimbangan di antara hidup dan bekerja memang penting. Jangan pernah memaksakan diri untuk bekerja ketika stamina tubuh sudah tidak terlalu fit. Ketika Anda sakit malah Anda tidak dapat bekerja. Kesehatan tidak murah kan ?
METI METIANI, lahir di Bandung pada tanggal 16 Nopember 1985. Beliau menyelesaikan pendidikan dokter umum pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2009. Saat ini bekerja di Poliklinik 24 Jam Tubagus Ismail, praktek di Auraku Skin Care dan Melinda Hospital.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.